BOOKING TIKET PESAWAT

Rancangan

Rancangan. Info sangat penting tentang Rancangan. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Rancangan

Rancangan. Prokimal Kotabumi Lampung Utara. Sebenarnya upaya untuk mendesak setiap produsen makanan mencantumkan label halal telah dilakukan dengan berbagai cara, seperti SK Menteri Agama (Menag) Nomor 518/2001 yang memerintahkan pengusaha memeriksakan produknya untuk diuji kehalalannya, baik makanan impor maupun ekspor. Di samping itu, ada SK Menag 519/2001 yang menunjuk LP POM MUI sebagai pelaksana uji seritifikasi dan Keputusam Menag Nomor 525/2001 yang menunjuk PT Peruri sebagai pencetak label halal yang akan ditempelkan pada tiap kemasan.

Namun SK Menag Nomor 518 dan 519 itu menimbulkan polemik dan keberatan di kalangan pengusaha karena dianggap menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Karena itu, DPR ketika itu menolak keinginan pemerintah (Depag RI) mengenai stikerisasi label halal karena dianggap memberatkan produsen dan ujung-ujungnya akan memberatkan konsumen.

Di beberapa negara maju, pemeriksaan kehalalan produk makanan juga dilakukan. Di Amerika Serikat, ada INFACA (Islamic Food and Nutrion Council of America), lembaga swasta yang bisa memeriksa kehalalan produk: makanan, kosmetik, daging murni, dan produk kemasan. Australia memiliki tidak kurang dari enam lembaga setifikasi halal, antara lain Australian Halal Authority. Australia memiliki standar penyembelihan untuk menjamin kehalalan daging ekspor ke Timur Tengah.

Namun semua lembaga sertifikasi itu adalah lembaga swasta yang tidak punya hak memaksa. Asasnya tetap sukarela. Pengusaha yang produknya ingin diterima kaum muslim, baik di dalam maupun di luar negari, punya kebutuhan memastikan kehalalan produknya. Hal ini normal dalam hukum ekonomi. Tanpa dipaksa dan diancam pidana.

Dengan demikian, RUU JPH tidak perlu memaksakan diri mewajibkan semua produsen mencantumkan label halal, asal pengusaha jujur atas bahan dan proses produksinya. Kalau tidak jujur, sudah ada UU Nomor 8 /1999 tentang Perlindungan Konsumen yang siap menjerat.

Dalam pembahasan RUU JPH, terjadi tarik-menarik antara Depag dan MUI. Selama ini, dengan mandat yang diberikan Depag, melalui LP POM, MUI menjadi satu-satunya lembaga yang paling otoritatif mengeluarkan setifikat halal. MUI ingin RUU JPH mengukuhkan MUI sebagai otoritas tunggal. Tapi pemerintah berkehendak lain. Melalui Depag, otoritas MUI dipangkas hanya menjadi lembaga fatwa halal, sedangkan sertifikat halal dikeluarkan Depag. Itulah sebabnya, MUI tidak lagi bersemangat mendorong pengesahan RUU JPH.

Saya berpendapat, tidak Depag dan tidak MUI, tapi sebuah badan independen yang khusus mengurusi sertifikasi halal. Bisa juga meningkatkan kapasitas BPOM dengan menambahkan komisi fatwa di dalamnya yang diambil dari masyarakat. Depag tidak punya kapasitas birokrasi untuk menangani hal ini. Sedangkan menyerahkan urusan itu kepada MUI menjadikannya terlalu istimewa. Hal yang harus dipastikan, labelisasi halal jangan menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan tidak menggerus pedagang kecil serta tetap bersifat sukarela.


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger